MAKALAH ETIKA PROFESI AKUNTANSI
KASUS KORUPSI PAJAK OLEH DHANA WIDYATMIKA
NAMA :
KARINA MULIAWATI S
KELAS :
4EB21
NPM :
23210838
DOSEN :
EVAN INDRA JAYA
UNIVERSITAS GUNADARMA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Lahir
di Malang, Jawa Timur, sosok Dhana Widyatmika Merthana adalah pegawai
Direktorat Jendral Pajak Indonesia.
Pria kelahiran Maret 1974 ini memang sudah menunjukkan ketertarikan tinggi
terhadap dunia keuangan, ekonomi, dan utamanya, perpajakan. Dhana, demikian
pria kelahiran 1974 ini biasa dipanggil, menuntaskan kuliah di salah satu
institusi pendidikan keuangan paling bergengsi, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
atau STAN dan melanjutkan pendidikan tingginya di bawah Program Studi Ilmu
Administrasi, FISIP UI.
Dhana mulai bekerja di Ditjen Pajak pada tahun 1996. Karirnya berkembang terus. Pada 2011, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Dhana Widyatmika menjabat sebagai Account Representative pada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam.
Di
Ditjen Pajak, pangkat Dhana Widyatmika merupakan PNS golongan III/c dengan
pangkat penata. Pada 12 Juli 2011, Dhana Widyatmika dipindahkan dari Kantor
Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam ke Kantor Pelayanan Pajak Wajib
Pajak Besar Dua.
Pada 2012 silam, nama Dhana menjadi bahan perbincangan karena kasus korupsi yang dilakukannya. Dhana menjadi tersangka korupsi, terkait pengelapan pajak dan kepemilikan rekening gendut. Walau statusnya masih menjadi PNS dengan golongan III/c dengan pangkat penata, kekayaan Dhana mencapai Rp 60 miliar.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pembahasan
Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Fuad Rahmany
mengungkapkan 'The Next Gayus' ini tidak lagi menjadi pegawai pajak. Karena,
atas keinginannya sendiri Dhana Widyatmika ini meminta pindah ke instansi
lain. Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Dhana Widyatmika dituntut
hukuman 12 tahun penjara untuk tiga perbuatan pidana oleh jaksa penuntut umum
(JPU) Kejaksaan Agung. Selain hukuman penjara, majelis hakim Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi diminta menjatuhi hukuman membayar denda Rp 1 miliar dan
subsider kurungan enam bulan. Dhana dianggap terbukti melakukan tiga
perbuatan pidana.
Pertama, tindak pidana korupsi menerima gratifikasi
berupa uang senilai Rp 2,75 miliar. Perbuatan pertama Dhana tersebut diuraikan
jaksa dalam dakwaan primer dan subsider. Dakwaan primer memuat Pasal 12 B ayat
1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1
KUHP, sedangkan dakwaan subsidernya memuat Pasal 11 undang-undang yang sama.
Menurut jaksa, pada 11 Januari 2006, Dhana menerima uang dari Herly Isdiharsono
senilai Rp 3,4 miliar yang ditransfer ke rekening Bank Mandiri Cabang Nindya
Karya, Jakarta. Penerimaan uang 3,4 miliar itu berkaitan dengan penerimaan
melawan hukum, yaitu mengurangi kewajiban pajak PT Mutiara Virgo. Kemudian,
sebanyak Rp 1,4 miliar dari uang tersebut digunakan Dhana untuk membayar rumah
atas nama Herly Isdiharsono. Sedangkan sisanya, Rp 2 miliar, dipakai untuk
kepentingan pribadi Dhana. Adapun Herly ikut ditetapkan sebagai tersangka kasus
ini. Atas bantuan para pegawai pajak tersebut, PT Mutiara Virgo hanya membayar
Rp 30 miliar dari nilai Rp 128 miliar yang seharusnya. Adapun total uang yang dikucurkan
PT Mutiara Virgo melalui direkturnya, Jhonny Basuki, ke para pegawai pajak
tersebut mencapai Rp 20,8 miliar. Kejaksaan Agung pun menetapkan Jhonny sebagai
tersangka kasus ini. Kemudian, pada 10 Oktober 2007, Dhana kembali menerima
uang gratifikasi senilai Rp 750 juta dari pencairan cek perjalanan di Bank
Mandiri Cabang Nindya Karya.
Kedua, Dhana terbukti melakukan tindakan korupsi yang
merugikan negara senilai Rp 1,2 miliar. Dhana terbukti melakukan atau turut
serta melakukan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara. Dakwaan
primer memuat Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Subsider, memuat Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor. Atau,
dakwaan kedua, dua, primer yang memuat Pasal 12 Huruf e Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan subsidernya memuat Pasal 12 huruf g
undang-undang yang sama. Menurut tim JPU Kejaksaan Agung, Dhana bersama-sama
dengan Salman Magfiron sengaja menggunakan data eksternal sebagai dasar
perhitungan pajak PT Kornet Trans Utama, sehingga pajak yang harus dibayarkan
perusahaan tersebut menjadi lebih tinggi. Dhana dan Salman pun mengadakan
pertemuan dengan Direktur PT Kornet Trans Utama, Lee Jung Ho atau Mr Leo, yang
intinya menawarkan bantuan untuk mengurangi nilai pajak yang harus dibayarkan
perusahaan tersebut dengan meminta imbalan Rp 1 miliar. Namun, permintaan
imbalan tersebut diacuhkan PT Kornet. Perusahaan itu kemudian mengajukan
keberatan melalui Pengadilan Pajak yang hasilnya memenangkan PT Kornet. Atas
kemenangan perusahaan tersebut, Dhana dianggap merugikan negara Rp 1,2 miliar
atau paling setidak-tidaknya Rp 241.000.
Ketiga, terbukti melakukan tindak pidana pencucian
uang, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Menurut jaksa, Dhana
menerima uang dari tindak pidana korupsi yang selanjutnya secara bertahap
ditransaksikan dengan maksud untuk menyembunyikan asal-usul hartanya.
Sebelumnya, dalam dakwaan, Dhana terancam maksimal 20
tahun penjara. Jaksa mengatakan, terdapat hal-hal yang memberatkan dan
meringankan Dhana. Adapun hal yang meringakan karena berusia relatif
muda sehingga diharapkan memperbaiki perbuatan. Dhana akan mengajukan nota
pembelaan atau pleidoi. Dhana Widyatmika akan mengajukan sendiri dan penasihat
hukum juga akan mengajukan sendiri. Majelis hakim memberikan waktu satu minggu
untuk mempersiapkan pleidoi. Sidang lanjutan akan dilaksanakan Senin 29 Oktober
2012.
2.2
Analisis Menurut Sudut Pandang Penulis
Kasus penyelewengan dana oleh Dhana Widyatmika sudah jelas
sangat merugikan negara. Kasus ini membuktikan bahwa lemahnya perhatian yang
dilakukan oleh pihak berwenang terhadap kasus pajak sebelumya.
Dalam kasus ini juga Dhana banyak melakukan pelanggaran
terhadap kode etik profesi akuntan.
Kode etik yang pertama yaitu tentang tanggung jawab profesi
dengan menerima gratifikasi dari sejumlah pihak dengan menggelapkan pajak.
Kode etik yang kedua yaitu tentang kepentingan publik dan
objektifitas. Hal ini ditunjukkan bahwa Dhana
terbukti melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan
negara.
Kode etik profesi
merupakan sarana untuk membantu para pelaksana sebagai seseorang yang
professional supaya tidak dapat merusak etika profesi.
Kode etik profesi dapat
menjadi penyeimbang segi-segi negative dari suatu profesi, sehingga kode etik
ibarat kompas yang menunjukkan arah moral bagi suatu profesi dan sekaligus juga
menjamin mutu moral profesi itu dimata masyarakat.
Prinsip
Etika Profesi Akuntan:
1. Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya
sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan
moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk
senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati
kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
4. Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian
Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan
jasa profesionalnya tkngan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta
mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan
profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau
pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten
berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus, menghormati leerahasiaan informas iyang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hokum untuk mengungkapkannya
Setiap anggota harus, menghormati leerahasiaan informas iyang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hokum untuk mengungkapkannya
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku
yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang
dapat mendiskreditkan profesi
8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan
jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang
relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan
tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kasus Dhana sudah jelas sangat
merugikan Negara hingga milyaran rupiah. Terdakwa Dhana Widyatmika telah mengambil keuntungan dari
para wajib pajak, melakukan korupsi dan pencucian uang, penyalahgunaan tugas
dan wewenang selaku pemeriksa pajak yaitu pada proses pemeriksaan pajak sampai
pengajuan keberatan ke pengadilan pajak sesuai pasal 2, 3, 12e dan 12g undang-undang
Tindak Pidana Korupsi serta pasal 3 UU Tindak Pidana Pencucian Uang.
3.2
Solusi
Menurut Wakil Ketua
Komisi XI (Komisi Keuangan) DPR RI Harry Azhar Azis memiliki solusi dengan
mengungkapkan sistem pengawasan internal Ditjen Pajak harus dibuat terukur dan
fokus yang mana harus dibangun model whistle blower (WB) dan diberi insentif
bagi WB berupa reward and punishment yang harus dijalankan dengan ketat. Titik-titik lemah
di unit-unit pajak harus diperkuat pengawasannya dan karena itu remunerasi harus
mampu mengukur berapa peningkatan moralitas dan produktifitas pegawai pajak.
Jika hal itu dijalankan dengan baik maka dimasa depan kasus Gayus dan Dhana Widyatmika
ini tidak akan terjadi lagi karena dengan terbangunnya sistem pengawasan itu
dapat dideteksi gejala penyimpangan dari awal ( early warning system ).
SUMBER
Thanks cakeppp :*
BalasHapus