Kamis, 17 Maret 2011

Pertumbuhan Ekonomi Pemerintahan Berjalan di BPS

 Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi
Kesejahteraan masyarakat dari aspek eknomi dapat diukur dengan tingkat pendapatan nasional perkapita. Untuk dapat meningkatkan pendapatan nasional, maka pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu target yang sangat penting yang harus dicapai dalam proses pembangunan ekonomi. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pada awal pembagnunan ekonomi suatu Negara, umumnya perencanaan pembangunan eknomi berorientasi pada masalah pertumbuhan. Untuk Negara-negara seperti Indonesia yang jumlah penduduknya sangat besar dan tingkat pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi ditambah kenyataan bahwa penduduk Indonesia dibawah garis kemiskinan juga besar, sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting dan lajunya harus jauh lebih besar dari laju pertumbuhan penduduk agar peningkatan pendapatan masyarakat perkapita dapat tercapai.

Pertumbuhan Ekonomi Selama Orde Baru Hingga Saat Ini
Melihat kondisi pembangunan ekonomi Indonesia selama pemerintahan orde baru (sebelum krisis ekonomi 1997)dapat dikatakan bahwa Indonesia telah mengalami suatu proses pembangunan ekonomi yang sepektakuler, paling tidak pada tingkat makro (agregat). Keberhasilan ini dapat diukur dengan sejumlah indicator ekonomi makro. Yang umum digunakan adalah tingkat PN perkapita dan laju pertumbuhan PDB pertahun. Pada tahun 1968 PN per kapita masih sangat rendah, hanya sekitar US$60.
Namun, sejak pelita 1 dimulai PN Indonesia perkapita mengalami peningkatan relatif tinggi setiap tahun dan pada akhir dekade 1980-an telah mendekati US$500. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan PDB rata-rata pertahun juga tinggi 7%-8% selama 1970-an dan turunke 3%-4% pertahun selama 1980-an. Selama 70-an dan 80-an, proses yang cukup serius, yang terutama disebabkan oleh faktor-faktor eksternal, seprti merosotnya harga miyak mentah di pasar internasional menjelang pertengahan 1980-an dan resensi ekonomi dunia pada decade yang sama. Karena Indonesia sejak pemerintahan orde baru menganut system ekonomi terbuka, 18 goncangan-goncangan eksternal seperti itu sangat terasa sangat dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi.
Selain faktor harga, ekspor Indonesia, baik komoditas primer maupun barang-barang industri maju, seperti jepang, as, dan eropa barat yang merupahkan pasar penting ekspor indonesia. Dampak negative dari resensi ekonomi dunia tahun 1982 terhadap perekonomian Indonesia terutama terasa dalam laju perumbuhan ekonomi selama 1982- 1988 jauh lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya. Karena pengalaman menujukan bahwa biasanya resensi ekonomi dunialebih mengakibatkan permintaan dunia berkurang terhadap bahan-bahan baku ( yang sebagian besar di ekspor oleh NSB) daripada permintaan terhadap barang-baraang konsumsi, seperti alat-alat rumah tangga dari elektronik dan mobil (yang pada umumnya adalah ekspor Negara-negara maju).
Pada saat krisis ekonomimencapai klimaksnya, yakni tahun 1998, laju pertumbuhan PDB jatuh dratis hingga 13,1%. Namun, padatahun 1999 kembali positif walaupun kecil sekitar 0,8% dan tahun 2000ekonomi Indonesia sampai mengalami laju pertumbuhan yang tinggi hampir mencapai 5%. Namun, tahun 2001 laju pertumbuhan ekonomi kembali merosot hinngga 3.8% akibat gejolak politikyang sempat memanas kembali dan pada tahun 2007 laju pertumbuhan tercatat sedikit diatas 6%.
Antara tahun 1990 hingga setahun menjelang krisis ekonomi, ekonomi indonesia tumbuh rata-rata pertahun diatas 8%. Kemajuan yang dicapai oleh cina dan india memang sangat menakjubkan. Pada awal dekade 90-an, pertumbuhan ekonomi dikedua Negara besar tersebut masing-masing tercatat hanya 3,8% dan 5,3%. Namun, pada pertengahan dekade 90-an, pertumbuhan kedua Negara itu sudahmenyamai bahkan melewati persentasi Indonesia. Dari sejumlah Negara ASEAN yang juga dihantam oleh krisis 1997/98, Indonesia memang paling parah dengan pertumbuhan negative hingga 13,1%,disusul kemudian oleh Thailand dengan -10,5%dan Malaysia-7,4%. Namun, yang menakjubkan dari kedua Negara tersebut setahunsetelah itu ekonomi mereka mengalami pulih lebih cepat dibandingkan ekonomi Indonesia yang hanya 0,8%.
Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin membaik setelah 1998 tercerminkan pada peningkatanPDB perkapita atas dasar harga berlaku tercatatsekitar 4,8 juta rupiah. Tahun 1999 naik menjadi 5,4 juta rupiah dan berlangsung sehingga mencapai sekitar 10,6 juta rupiah tahun 2004, perkapita Indonesia pada tahun 2006 mencapai 1420 dalar AS, di atas india, tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan china.
Tahun 1998, sebagai akibat dari krisis ekonomi, semua komponen pengeluaran mengalami penurunan, terkecuali X, yang maengakibatkan kontraksi AD sekitar 13%. Sedangkan perkembangan X bias bertahan positif selama masa krisis terutama, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Komponen AD yang paling besar penurunannya selama 1998 adalah pembentukan modal bruto (investasi) yang merosot sekitar 33,01% dibandingkan kontraksi dari pengeluara konsumsi swasta (rumah tangga) sebesar 6,40% dan pengeluaran pemerintah sekitar 15,37%.besarnya penurunan investasi tersebut juga kelihatan jelas dari penurunan persentasenya terhadap PDB pada tahun 2000 pertumbuhan investasi (tidak termasuk perubahan stok) sempat mencapai hampir 18%, namun setelah itu merosot terus hingga negative pada tahun 2002.
Pada awalnya, salah satu factor penting yang menyebabkan merosotnya kegiatan investasi didalam negri selama masa krisis,seperti juga dinegara-negara asia lain yang terena krisis (korea selatan dan Thailand), adalah karena kerugian besar yang dialami oleh perusahan swasta akibat depresiasi rupiah yang besar, sementara utang luar negri (ULN) nya dalam mata uang dolar AS tidak dilindungi (hedging) sebelumnya dengan kurs tertentu di pasar berjangka waktu kedepan (forward). Factor-faktor lain yang membuat lesunya komponen investasi didalam AS diantaranya adalah jatuhnya harga saham, pelarian moda ( atau arus modal keluar lebih banyak daripada arus masuk), dan resiko premium yang meningkat drastis.
Dua factor terakhir ini didorong terutama oleh kondisi politik, social, keamanan dan penegakan hukum yang buruk. Sedangkan dari ekspor meningkat karena memang depresiasi rupiah terhadap dolar As waktu itu membuat sebagian produk Indonesia, khususnya perkebunan, mengalami peningkatan daya saing harga.

Faktor Penentu Prospek Perekonomian Ekonomi Indonesia

Banyak sekali faktor yang mempengaruhi diantaranya, faktor ekonomi yang memengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi diantaranya adalah sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya modal, dan keahlian atau kewirausahaan.


Perubahan Struktur Ekonomi
Apa itu perubahan struktur ekonomi? Perubahan struktur ekonomi adalah komposisi peranan masing-masing sektor dalam perekonomian baik menurut lapangan usaha maupun pembagian sektoral ke dalam sektor primer, sekunder dan tersier. 
Berikut merupakan hal-hal yang harus dilakukan.
1.             Produktivitas tenaga kerja persektor secara keseluruhan
2.            Kebijakan pemerintah yang mendorong pertumbuhan dan pengembangan sektor dan komoditi unggulan
3.            Adanya pusat-pusat pertumbuhan baru yang muncul dalam wilayah daerah
4.            Kegairahan masyarakat untuk berwirausaha dan melakukan investasi secara terus-menerus
5.            Adanya modernisasi dalam proses peningkatan nilai tambah dari bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi.

Rabu, 02 Maret 2011

PEREKONOMIAN INDONESIA PADA PEMERINTAHAN INDONESIA BERSATU


Krisis keuangan global yang bermula dari Amerika Serikat saat ini menjadi ujian bagi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang genap berusia empat tahun pada 20 Oktober ini. Langkah- langkah yang diambil presiden beserta jajaran tim ekonominya untuk menghindarkan Indonesia dari dampak krisis berpengaruh terhadap citra pemerintahan. 
Hasilnya, kinerja di semua bidang pada periode triwulan saat ini dinilai lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya.

Ketika usia pemerintahan menginjak 45 bulan pada Juli lalu, tantangan yang dihadapi pemerintah berpusat pada dua hal, yakni mengatasi dampak kenaikan harga-harga pangan dan bahan bakar (food and fuel). Pada saat itu citra pemerintahan, khususnya di bidang ekonomi, tidak serta-merta memburuk karena kondisi serupa juga terjadi di tingkat global. Dengan demikian, kebijakan yang ditempuh pemerintah, termasuk dengan menaikkan harga bahan bakar minyak, cukup dimaklumi oleh publik.

Bertambah tiga bulan usia pemerintahan, bertambah pula persoalan yang dihadapi perekonomian global dan domestik. Persoalan tambahan tersebut menyangkut 3F, yaitu food, fuel, dan finance.

Dampak dari ketiga persoalan ini, menurut Presiden Bank Dunia Robert Zoellick, dalam pembukaan pertemuan tahunan Bank Dunia-IMF pada 9 Oktober 2008 di Washington, AS, akan menghantam masyarakat miskin terutama di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia. Masyarakat miskin tidak hanya dapat jatuh ke jurang yang lebih dalam, tetapi juga membuat mereka tidak bisa keluar dari keadaannya.

Melalui jajak pendapat triwulanan yang dilakukan Litbang Kompas untuk mengevaluasi kinerja pemerintahan Presiden Yudhoyono pada 15-17 Oktober lalu, tampak bahwa citra pemerintahan Presiden Yudhoyono di masa krisis ini justru membaik. Jika pada usia 45 bulan citra baik pemerintahan hanya dinyatakan oleh 47,8 persen responden, kali ini meningkat menjadi 66,5 persen.

Langkah presiden dalam memimpin kabinetnya dianggap sudah baik. Sebagian besar responden atau 62,7 persen dari total 1.235 responden puas dengan kepemimpinan Presiden Yudhoyono.

Pemerintah sigap

Penilaian positif sedikit banyak dipengaruhi oleh kesigapan pemerintah dalam mengantisipasi dampak krisis keuangan global agar tidak memukul perekonomian Indonesia lebih dalam. Seminggu sebelum pelaksanaan jajak pendapat, ketika pasar bursa global dan Indonesia rontok, pemerintah langsung menghentikan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia.

Langkah ini dinilai efektif karena indeks harga saham gabungan pada hari itu melorot hingga 10,38 persen. Kondisi ini terburuk sejak awal September 2006. Selang dua hari sesudahnya, rupiah juga meluncur hingga menembus Rp 10.000 terhadap dollar AS.

Sebelumnya, sepuluh perintah kepada rakyat sudah disampaikan presiden untuk menghadapi dampak krisis global. Selain menyangkut fundamental moneter dan makroekonomi, perintah juga terkait dengan faktor nonteknis, seperti mengajak semua pihak untuk optimistis, bersatu, dan bersinergi, serta cerdas untuk menangkap peluang perdagangan dan kerja sama ekonomi.

Kebijakan moneter yang diambil, misalnya, menaikkan tingkat suku bunga (tatkala banyak negara lainnya justru menurunkan suku bunga) dan meningkatkan penjaminan dana nasabah bank dari semula Rp 100 juta per nasabah menjadi Rp 2 miliar per nasabah.

Minggu lalu juga terbit Perpu Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaringan Pengaman Sistem Keuangan. Aturan ini menambah lengkap upaya untuk menghadapi krisis keuangan yang bersifat sistemik. Langkah-langkah ini cukup menenangkan pasar, meredakan kepanikan. Ini juga mengesankan pemerintah antisipatif terhadap tekanan krisis.

Secara umum, responden yang menyatakan puas terhadap upaya pemerintahan Presiden Yudhoyono dalam memperbaiki perekonomian Indonesia meningkat, dari 31,3 persen pada tiga bulan sebelumnya menjadi 46,8 persen.

Duet Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Indonesia Boediono menjadi tokoh kunci dalam meredam dampak gejolak krisis di Tanah Air. Responden (57,3 persen) yakin, kondisi perekonomian selama satu tahun sisa pemerintahan ini akan tetap stabil.

Bidang politik

Agenda politik satu tahun ke depan akan penuh dengan persiapan menjelang Pemilihan Umum 2009. Terkait bursa pencalonan, menjelang Idul Fitri lalu Yudhoyono menyatakan akan maju lagi menjadi calon presiden. Pernyataan presiden ini menjadi konfirmasi setelah sebulan sebelumnya melalui iklan di media cetak dan elektronik ia kerap hadir bersama Partai Demokrat.

Meski suhu kampanye partai sudah mulai meningkat, hirukpikuk di panggung politik itu tidak berpengaruh pada penurunan kinerja. Bahkan, tingkat kepuasan responden terhadap kinerja politik secara keseluruhan pun meningkat menjadi 57,3 persen dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya (47,2 persen). Kepuasan di bidang hukum pun meningkat karena penanganan kasus-kasus dugaan korupsi terlihat konsisten.

Dalam jajak pendapat triwulanan ini, popularitas Presiden Yudhoyono juga meningkat. Mayoritas responden (81,4 persen) menyatakan citra Presiden Yudhoyono semakin baik. Membaiknya citra dan kepemimpinan Presiden Yudhoyono meningkatkan peluang sosok ini untuk kembali dipilih dalam Pemilu Presiden tahun depan.

Setidaknya, lebih dari separuh responden (54,5 persen) menyatakan akan memilih Yudhoyono sebagai presiden mendatang seandainya pemilihan dilakukan saat ini. Yang menyatakan sebaliknya sebanyak 27,1 persen.

Umumnya responden beralasan Presiden Yudhoyono memiliki komitmen yang tinggi dalam memimpin bangsa ini, yang antara lain terlihat dari komitmennya dalam soal pemberantasan korupsi, juga kebijakan-kebijakan di bidang ekonomi. Namun, kinerjanya satu tahun ke depan akan menjadi tolok ukur sesungguhnya di arena perebutan kekuasaan politik. (Litbang Kompas)